Langsung ke konten utama

SUATU SAAT KITA AKAN MENINGGALKAN MEREKA JANGAN MAINKAN SEMUA PERAN

Copas dr salah satu mentor saya :

Perenungan atas kejadian bunuh diri kakak beradik di Bandung.  Kedua korban menderita gangguan jiwa setelah ibunya meninggal dunia.

SUATU SAAT KITA AKAN MENINGGALKAN MEREKA JANGAN MAINKAN SEMUA PERAN

By : *Elly Risman*
(Senior Psikolog dan Konsultan, UI)

Kita tidak pernah tahu, anak kita akan terlempar ke bagian bumi yang mana nanti, maka izinkanlah dia belajar menyelesaikan masalahnya sendiri .

Jangan memainkan semua peran,
ya jadi ibu,
ya jadi koki,
ya jadi tukang cuci.

ya jadi ayah,
ya jadi supir,
ya jadi tukang ledeng,

Anda bukan anggota tim SAR!
Anak anda tidak dalam keadaan bahaya.
Tidak ada sinyal S.O.S!
Jangan selalu memaksa untuk membantu dan memperbaiki semuanya.

#Anak mengeluh karena mainan puzzlenya tidak bisa nyambung menjadi satu, "Sini...Ayah bantu!".

#Tutup botol minum sedikit susah dibuka, "Sini...Mama saja".

#Tali sepatu sulit diikat, "Sini...Ayah ikatkan".

#Kecipratan sedikit minyak
"Sudah sini, Mama aja yang masak".

Kapan anaknya bisa?

Kalau bala bantuan muncul tanpa adanya bencana,
Apa yang terjadi ketika bencana benar2 datang?

Berikan anak2 kesempatan untuk menemukan solusi mereka sendiri.

Kemampuan menangani stress,
Menyelesaikan masalah,
dan mencari solusi,
merupakan keterampilan/skill yang wajib dimiliki.

Dan skill ini harus dilatih untuk bisa terampil,
Skill ini tidak akan muncul begitu saja hanya dengan simsalabim!

Kemampuan menyelesaikan masalah dan bertahan dalam kesulitan tanpa menyerah bisa berdampak sampai puluhan tahun ke depan.

Bukan saja bisa membuat seseorang lulus sekolah tinggi,
tapi juga lulus melewati ujian badai pernikahan dan kehidupannya kelak.

Tampaknya sepele sekarang...
Secara apalah salahnya kita bantu anak?

Tapi jika anda segera bergegas menyelamatkannya dari segala kesulitan, dia akan menjadi ringkih dan mudah layu.

Sakit sedikit, mengeluh.
Berantem sedikit, minta cerai.
Masalah sedikit, jadi gila.
,
Jika anda menghabiskan banyak waktu, perhatian, dan uang untuk IQ nya, maka habiskan pula hal yang sama untuk AQ nya.

AQ?
Apa itu?
ADVERSITY QUOTIENT

Menurut Paul G. Stoltz,
AQ adalah kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami.

Bukankah kecerdasan ini lebih penting daripada IQ, untuk menghadapi masalah sehari-hari?

Perasaan mampu melewati ujian itu luar biasa nikmatnya.
Bisa menyelesaikan masalah, mulai dari hal yang sederhana sampai yang sulit, membuat diri semakin percaya bahwa meminta tolong hanya dilakukan ketika kita benar2 tidak sanggup lagi.

So, izinkanlah anak anda melewati kesulitan hidup...

Tidak masalah anak mengalami sedikit luka,
sedikit menangis,
sedikit kecewa,
sedikit telat,
dan sedikit kehujanan.

Tahan lidah, tangan dan hati dari memberikan bantuan.
Ajari mereka menangani frustrasi.

Kalau anda selalu jadi ibu peri atau guardian angel,
Apa yang terjadi jika anda tidak bernafas lagi esok hari?

Bisa2 anak anda ikut mati.

Sulit memang untuk tidak mengintervensi,
Ketika melihat anak sendiri susah, sakit dan sedih.

Apalagi menjadi orangtua, insting pertama adalah melindungi,
Jadi melatih AQ ini adalah ujian kita sendiri juga sebagai orangtua.

Tapi sadarilah,
hidup tidaklah mudah,
masalah akan selalu ada.
Dan mereka harus bisa bertahan.
Melewati hujan, badai, dan kesulitan,
yang kadang tidak bisa dihindari.

_Selamat berjuang untuk mencetak pribadi yg kokoh dan mandiri_

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KERIS ORANG MINANG

Keris orang Minangkabau itu di depan, bukan di samping atau di belakang, ada falsafah yang tersembunyi disana mengapa keris orang Minang itu di depan.  'Patah lidah bakeh kalah, patah karih bakeh mati'  Begitu bunyi pepatah, orang Minang hanya mengangguk pantang untuk membungkuk, jika disuruh atau di paksa membungkuk keris mesti dicabut dahulu, patah karih bakeh mati Sukar bagi orang lain ( bukan orang Minang ) untuk memahami falsafah ini, hanya orang Minang yang mengerti itu pun bagi mereka yang arif dan bijak dalam memahami kiasan, setiap kieh atau  kiasan memerlukan kejelian dan ketangkasan dalam berfikir kadang kiasan itu tidak bisa di artikan dengan logika.  Falsafah atau Kiasan-kiasan inilah yang telah membentuk kepribadian anak Minang baik di kampung maupun di rantau orang. Ada satu lagi kiasan yang sudah jarang di sebut orang 'Anak Minang tidak merantau kalau tidak berisi'  Makna atau arti secara mendatar orang beranggapan berisi yang di maksud tentu

Puisi Anak Khalil Gibran

Anakmu bukanlah milikmu, mereka adalah putra putri sang Hidup, yang rindu akan dirinya sendiri.  Mereka lahir lewat engkau, tetapi bukan dari engkau, mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu.  Berikanlah mereka kasih sayangmu, namun jangan sodorkan pemikiranmu, sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri.  Patut kau berikan rumah bagi raganya, namun tidak bagi jiwanya, sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan, yang tiada dapat kau kunjungi, sekalipun dalam mimpimu.  Engkau boleh berusaha menyerupai mereka, namun jangan membuat mereka menyerupaimu, sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur, ataupun tenggelam ke masa lampau.  Engkaulah busur asal anakmu, anak panah hidup, melesat pergi.  Sang Pemanah membidik sasaran keabadian, Dia merentangkanmu dengan kuasaNya, hingga anak panah itu melesat jauh dan cepat.  Bersukacitalah dalam rentangan tangan Sang Pemanah, sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat, sebagaimana dikasihiNya pula busur yang

kisah Umar

Suatu hari, Umar  sedang duduk di bawah pohon kurma dekat Masjid Nabawi. Di sekelilingnya, para sahabat sedang asyik mendiskusikan sesuatu. Tiba-tiba datanglah 3 orang pemuda. Dua pemuda memegangi seorang pemuda lusuh yang diapit oleh mereka. Ketika sudah berhadapan dengan Umar, kedua pemuda yang ternyata kakak beradik itu berkata : "Tegakkanlah keadilan untuk kami, wahai Amirul Mukminin!" "Qishashlah pembunuh ayah kami sebagai had atas kejahatan pemuda ini !". Umar segera bangkit dan berkata : "Bertakwalah kepada Allah, benarkah engkau membunuh ayah mereka, wahai anak muda?" Pemuda lusuh itu menunduk sesal dan berkata : "Benar, wahai Amirul Mukminin." "Ceritakanlah kepada kami kejadiannya.", tukas Umar. Pemuda lusuh itu kemudian memulai ceritanya : "Aku datang dari pedalaman yang jauh, kaumku memercayakan aku untuk suatu urusan muammalah untuk kuselesaikan di kota ini. Sesampainya aku di kota ini, ku ikat untaku pada sebuah pohon